Makalah Adat Perkawinan Melayu Sambas
MAKALAH PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
ADAT PERKAWINAN MELAYU SAMBAS
DOSEN : 1. Drs.Sugiyono,M.Si
2. Maha Lastasa,M.Pd
Oleh
NURIZKY
(F1081151062)
3C Reguler
PENDIDIKAN
GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
TANJUNGPURA
P0NTIANAK
2016
KATA PENGANTAR
Puji
syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat
menyelesaikan makalah tentang Adat Perkawinan Melayu
Sambas ini dengan baik
meskipun banyak kekurangan di dalamnya.
Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna
dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Adat Perkawinan Melayu Sambas. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah saya buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat
dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah ini dapat berguna bagi saya sendiri
maupun orang yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf
apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon
kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Pontianak, Desember 2016
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR................................................................................................................ i
DAFTAR
ISI............................................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN.......................................................................................................... 1
A. Latar
Belakang................................................................................................................. 1
B. Rumusan
Masalah............................................................................................................ 2
C. Tujuan.............................................................................................................................. 2
BAB
II PEMBAHASAN........................................................................................................... 3
A. Adat
istiadat perkawinan melayu sambas ..................................................................... 3
B. Kekerabatan
masyarakat melayu sambas......................................................................... 12
BAB
III PENUTUP.................................................................................................................... 14
A. Kesimpulan...................................................................................................................... 14
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Adat istiadat masyarakat melayu
sambas yang masih ada dan masih digunakan dari dulu hingga sekarang adalah
mengenai upacara perkawinan. Adat istiadat yang tumbuh dan berkembang serta
berlaku dalam masyarakat dipengaruhi oleh agama dan kepercayaan atau keyakinan
yang ada dalam masyarakat. Demikian juga yang terjadi pada adat istiadat yang
dianut atau diterapkan pada perkawinan melayu sambas.
Perkawinan merupakan tahap atau fase
kehidupan manusia yang bernilai sakral dan amat penting. Dibandingkan dengan
fase kehidupan lainnya, fase perkawinan boleh dibilang terasa sangat spesial.
Perhatian pihak-pihak yang berkepentingan dengan acara tersebut tentu akan
banyak tertuju kepadanya, mulai dari memikirkan proses akan menikah,
persiapannya, upacara pada hari perkawinan, hingga setelah upacara usai dilaksanakan. Yang
ikut memikirkan tidak saja calon pengantinnya saja, baik laki-laki maupun
perempuan, tetapi yang paling utama juga termasuk orang tua dan keluarganya karena
perkawinan mau tidak mau pasti melibatkan mereka sebagai orang tua-tua yang
harus dihormati.
Pada dasarnya, Islam juga mengajarkan hal yang sama.
Meskipun upacara adat tidak
masuk dalam rukun perkawinan Islam, upacara-upacara yang berhubungan dengan
aspek sosial-kemasyarakatan menjadi penting karena di dalamnya juga terkandung
makna bagaimana mewartakan berita perkawinan tersebut kepada masyarakat secara
umum.
Dalam adat perkawinan Melayu, kuhususnya melayu Sambas, rangkaian
upacara perkawinan dilakukan secara rinci dan tersusun rapi, yang
keseluruhannyabisa
dikatakan wajib
dilaksanakan oleh pasangan calon pengantin beserta keluarganya. Hanya saja,
memang ada sejumlah tradisi atau upacara yang dipraktekkan secara berbeda-beda
di sejumlah daerah dalam wilayah geo-budaya Melayu.
Pada dasarnya, adat dan
kebiasaan masing-masing daerah di Indonesia, berbeda-beda, maka dari itu, kita
sebagai bagian dari bangsa Indonesia sudah selayaknya mengenal adat istiadat
yang ada tersebut, yang bisa dijadikan sebagai gudang ilmu yang sangat beharga.
Dalam pandangan budaya Melayu, kehadiran keluarga,
saudara-mara, tetangga, dan masyarakat kepada majelis perkawinan tujuannya
tiada lain adalah untuk mempererat hubungan kemasyarakatan dan memberikan
kesaksian dan doa restu atas perkawinan yang dilangsungkan.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui system perkawinan dan kekerabatan yang ada dalam
masyarakat Melayu sambas,
2. Dijadikan sebagai sumber ilmu yang bisa dijadidkan rujukan dalam
mengenal adat istiadat yang ada disetiap daerah, yang dalam hal ini adalah adat
istiadat melayu sambas,
3. Untuk memperkenalkan adat istiadat dan budaya yang ada dalam
masyarakat melayu sambas, yang dalam hal ini lebih ditekankan pada adat
perkawinannya,
4. Untuk mengekspos kekayaan seni, budaya dan adat istiadat yang ada
dalam masyarakat melayu sambas.
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara atau proses upacara
perkawinan yang dilaksanakan dalam adat melayu sambas, mulai dari persiapannya
sampai dengan selesai diadakannya upacara tersebut ?
2. Apa makna yang terkandung didalam upacara
tersebut ?
3. Bagaimana system perkawinan dan kekerabatan yang ada
dalam masyarakat melayu sambas ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Adat Istiadat Perkawinan
Melayu Sambas
Pada masyarakat melayu, sebelum
perkawinan ( akad nikah ), tata cara upacara perkawinan dilaksanakan selain
menurut tuntunan dan ajaran agama Islam, disesuaikan pula dengan adat istiadat
masyarakat melayu. Maka dari itu untuk tata cara pelaksanaan perkawinan melayu
Sambas dimulai dengan melamar atau meminang, mengantar pinang, persiapan menuju
hari perkawinan, upacara perkawinandan pasca upacara perkawinan.
1.
Melamar atau Meminang
Pada adat istiadat melamar ini
diutus wakil dari orang tua pihak laki-laki untuk menemui orang tua gadis dan
menyampaikan maksud dan tuajuan dari orang tua si pemuda. Setelah memperoleh
persetujuan tanpa penetapan waktu, hasilpendekatan ini diteruskan kepada orang
tua pemuda.
Waktu yang belum ditentukan atau
ditetapkan itu maksunya utuk memberikan kesempatan kepada orang tua si gadis
untuk mufakat dengan sanak saudara terdekat. Pihak orang tua si pemuda agar
dapat mengendalikan diri agar waktu penetapan suatu acara supaya tidak terkesan
mendesak. Pada waktu yang telah disepakati ( biasanya untuk waktunya yaitu
malam hari ) datanglah utusan dengan pendamping yang jumlah relatif kecil
membawa setelan pakaian luar sigadis yang dipinang. Peristiwa inilah yang
disebut dengan melamar atau meminang ( cikram ). Barang-barang cikram selain
pakaian juga ada sirih dan pinang, sehelai kain panjang, sehelai selendang dan
uang (disesuaikan dengan adat istiadat masyarakat tempatan, ada yang 1.000,
5.000, 10.000 dan sebaginya).
Bahasa yang digunakan oleh utusan
untuk orang tua sigadis mempergunakan bahasa atau kata-kata kiasan, dan sebagai
balasan atas maksud kedatangan rombongan, maka dijawablah dengan ungkapan
kiasan pula, yang pada tujuannya menerima maksud sipejaka yang akan menjadi
pasangan hidup anak gadisnya. Sebagai tanda kebulatan mufakat, maka, wakil dari
orang tua si gadis menyerahkan barang balasan berupa pakaian luar si pejaka
atau seperangkat alat sholat dan beberapa kue lapis.
Sebelum acara diakhiri, wakil
orang tua si pejaka tanpa menunjukkan maksud mendesak, bertanya kepada keluarga
si gadis, apakah acara selanjutnya menjelang hari pernikahan dikehendaki dalam
waktu yang cepat atau waktu yang lama. Biasanya jawaban dari pihak keluarga si
gadis tidaklah sepontan, tetapi secara diplomasi, dijelaskan akan mufakat
antara keluarga terlebih dahulu. Kemudian jawabannya akan diberitahukannya.
Biasanya sebagai orang tua kandung dalamacara meminang ini tidak berperan
aktif, mereka menunjuk salah satu keluarganya yangberpengaruh sebagai wakilnya.
2.
Mengantar pinang
Mengantar / antar pinang atau
mengantar tanda muakat dilaksanakan setelah adanya kesepakatan waktu
sebagaimana dibicarakan dalam acara meminang. Disebut antar pinang karena buah
pinang dijadikan lambang karena dari pertumbuhannya yakni batangnya yang kokoh
berdiri, pelepah daun yang dapat melindungi daerah sekitarnya, buahnya meupakan
pelengkap makan sirih ( nginang ) dan dapat menguatkan gigi.
Lambang utama pinang diyakini agar
semangkin menjadi pasangan yang harmonis, yang mana dilengkapi dengan susunan
daun sirih muda dengan ditaburi irisan halus daun pandan yangwangi, sebuah
tempat sirih yang lengkap dengan perlengkapan makan sirih kesemuanya
ditempatkan dalam wadah yang terbaut dari temabaga / perunggu yang disebu
dengan cambul atau apar. Kemudian dilengkapi dengan bunga manggar berbuah
telur.
Perwujudan tanda mufakat dan
kegembiraan dari sanak keluarga terdekat bahkan tetangga yakni dengan
menyerahkan barang dalam bentuk bahan pakaian. Dirangkai dalam berbagai bentuk,
dilengkapi dengan bunga / kembang kertas yang bewarna-warni, ditaburi juga
dengan irisan halus daun pandan dan bunga rampai. Kebiasaan memberi tanda
mufakat atau turut bergembira ini merupakan suatu janji yang tak tertulis.
Bilamana pada sat pihak yang memberikan tanda mufakat tadi melakukan acara
serupa, maka keluarga si perjaka wajib memberikan bingkisan dalam bentuk yang
sama, walau nilai atau harganya berbeda.
Barang aturan, umumnya diberikan secara
berurutan sebagai berikut :
1.
Persembahan
a.
Manggar berbuah telor berisi sirih pinang ( bunga rampai )
b. Tempat sirih ( tepa’ ).
2.
Maskawin ( Mahar )
· Bisa berupa cincin atau seperangkat alat sholat dan Al- Qur’an.
3.
Barang Antaran
a.
Uang antaran dan uang asap
b.
Perhiasan
c.
Perlengkapan tempat tidur
d.
Pakaian
e.
Kosmetik
f.
Sirih pinang untuk dibagikan kepada orang tua
yang masih mempunyai anak gadis yang belum dilamar.
4.
Barang Ikatan
Semua barang yang berasal dari
sanak keluarga atau undangan orang tua si perjaka. Bilamana acara akad nikah
dan mengantar uang dilakukan dlam waktu yang sama.
Semua jenis barang antaran
tersebut dicatat dalam surat pengantar yang dibacakan oleh wakil dari orang tua
pihak laki-laki. Saat ini ditunggu uleh para undangan, selain dibacakan
diperiksa lagi kebenarannya satu persatu. Komunikasi dalam serah terima barang
antaran ini diungkapkan dengan balasan pantun. Pantun pada acara antar pinag,
umumnya disampaikan oleh pembawa acara, wakil keluarga pihak laki-laki dan
wakil keluarga pihak perempauan.
3. Persiapan Menuju Hari
Perkawinan
Hari perkawinan merupakan hari yang paling ditunggu-tunggu
oleh semua anggota masyarakat. Pada hari itu semua keluarga, saudara, termasuk
tetangga berkumpul dalam satu majelis. Untuk menyambut hari perkawinan
diperlukan persiapan yang sungguh matang. Persiapan yang dimaksud biasanya
mencakup kegiatan bergotong-royong, pembacaan barzanzi, dan persediaan jamuan.
Tugas utama yang perlu dilakukan untuk mempersiapkan
kegiatan-kegiatan tersebut adalah dengan cara membangun bangsal penanggah ( petadang )terlebih dahulu. Bangsal
ini nantinya digunakan untuk kegiatan masak-memasak. Di daerah pedalaman,
bangsal penanggah biasanya terbuat dari kayu dan atapnya terbuat dari daun
nipah atau rumbia atau ada juga yang menggunakan daun sagu. Di
samping bangsal, yang juga perlu disediakan adalah tungku-tungku dapur yang diperlukan untuk alat memasak.
1.
Gotong Royong
Sebelum
datangnya hari perkawinan perlu dilakukan acara gotong-royong. Pihak tuan rumah perlu
menyediakan berbagai macam kue Melayu untuk mereka yang bergotong-royong.
Kegiatan gotong-royong biasanya dilakukan hingga larut malam sambil menikmati
kue-kue yang dihidangkan. Kue yang tahan lama biasanya disediakan oleh tuan
rumah melalui pertolongan tetangga terdekat, yaitu beberapa hari sebelum
berlangsungnya majelis perkawinan. Sedangkan kue yang tidak tahan lama
disediakan sehari menjelang perhelatan majelis. Kue-kue ini juga diantarkan
kepada mereka yang memberikan sumbangan tetapi tidak bisa datang.
Kegiatan gotong-royong ini dimulai dengan membagi
aktivitas yang perlu dilakukan antara laki-laki dan perempuan. Pada pagi
harinya, pihak perempuan biasanya sibuk menyediakan berbagai keperluan dalam
rumah, sedangkan pihak laki-lakinya mengeluarkan semua alat yang diperlukan,
seperti piring, tempat penyajian makanan, gelas, dan sebagainya yang tersusun secara
rapi. Pada petang harinya, dilakukan penyembelihan ayam, kambing, atau sapi. Setelah
disembelih, sebagian dari pihak laki-laki membuang kulit, membersihkan dan
memotong daging sesuai urutan yang dikehendaki. Sebagian yang lain mencabut
bulu ayam dan kemudian menyerahkannya kepada petugas yang sudah terbiasa
memotong dagingnya. Tukang masak akan menggoreng daging yang telah dipotong
agar keesokan harinya dapat dimakan.
2.
Pembacaan
Barzanzi dan Persediaan Jamuan
Kegiatan (majelis) membaca barzanzi dilakukan setelah sholat isya. Majelis ini biasanya diikuti oleh
mereka yang telah melakukan kegiatan gotong-royong selama sehari-semalam, juga
diikuti oleh keluarga dan saudara dari tuan rumah, termasuk para jemputan yang
diundang secara khusus pada majelis ini. Pada masa kini, kegiatan ini tidak
populer lagi. Untuk mengadakan kegiatan ini masih diperlukan usaha
gotong-royong sebagaimana dilakukan sebelumnya. Dalam kegiatan pembacaan
barzanzi juga dihidangkan jamuan, yang biasanya terdiri dari nasi beserta lauk-pauknya.
Setiap hidangan disediakan untuk lima atau enam orang.
Persediaan jamuan biasanya ditentukan secara
berbeda-beda, tergantung pada bagaimana keinginan keluarga dari tuan rumah.
Seorang ayah yang hanya mempunyai anak tunggal atau tingal satu anaknya yang
belum menikah, maka dia biasanya akan mengadakan majelis perkawinan secara
besar-besaran, meski di luar kesanggupan keuangannya sendiri. Bahkan, tidak
sedikit dari mereka yang kemudian rela berhutang hanya untuk memenuhi keinginan
besarnya itu.
Untuk melakukan kegiatan persediaan jamuan, biasanya
dipilih terlebih dahulu ketua panitia yang banyak berhubungan secara intens
dengan tuan rumah berkenaan dengan segala sesuatu hal yang berhubungan dengan
jamuan. Ia juga bertanggung jawab membeli bahan-bahan keperluan di pasar. Ia
perlu berkoordinasi dengan anggota panitianya yang dibagi berdasarkan tugasnya
masing-masing, ada yang bertugas menyambut tamu, mengatur tempat duduk tamu,
menyediakan air minum, dan mencuci piring atau gelas yang telah digunakan. Di
samping ada yang bertugas memasak, juga ada yang bertugas menyediakan makanan
yang dibawa pulang oleh hadirin yang datang. Pekerjaan-pekerjaan tersebut
dilakukan secara sukarela karena merupakan adat dalam budaya Melayu untuk hidup
saling bergotong-royong.
4.
Upacara Perkawinan
Setelah melalui proses dan tahapan yang begitu panjang,
maka kini saatnya melangsungkan upacara perkawinan. Upacara ini merupakan hari
“H” yang ditunggu-tunggu oleh siapa saja yang berhubungan dengan perkawinan
ini, baik bagi calon pengantinnya sendiri maupun seluruh keluarga dan
saudara-saudaranya. Dalam adat Melayu sambas, upacara
perkawinan biasanya dilakukan secara amat terinci, lengkap.
1.
Upacara Menggantung-Gantung
Upacara ini dilakukan dalam tenggang waktu yang cukup
panjang, biasanya 3 hari sebelum hari perkawinan. Bentuk kegiatan dalam upacara
ini biasanya disesuaikan dengan adat di masing-masing daerah yang berkisar pada
kegiatan menghiasi rumah atau tempat akan dilangsungkannya upacara pernikahan,
memasang alat kelengkapan upacara, dan sebagainya. Yang termasuk dalam kegiatan
ini adalah: membuat tenda dan dekorasi, menggantung perlengkapan pentas,
menghiasi kamar tidur pengantin, serta menghiasi tempat bersanding kedua calon
mempelai. Upacara ini menadakan bahwa budaya gotong-royong masih sangat kuat
dalam tradisi Melayu.
2.
Upacara
Berinai
Adat atau upacara berinai merupakan pengaruh dari ajaran
Hindu. Makna dan tujuan dari perhelatan upacara ini adalah untuk menjauhkan
diri dari bencana, membersihkan diri dari hal-hal yang kotor, dan menjaga diri
segala hal yang tidak baik. Di samping itu tujuannya juga untuk memperindah
calon pengantin agar terlihat lebih tampak bercahaya, menarik, dan cerah.
Upacara ini merupakan lambang kesiapan pasangan calon pengantin untuk
meninggalkan hidup menyendiri dan kemudian menuju kehidupan rumah tangga.
Upacara ini dilakukan pada malam hari, yaitu 3 hari
sebelum upacara perkawinan dilangsungkan. Bentuk kegiatannya bermacam-macam
asalkan bertujuan mempersiapkan pengantin agar tidak menemui masalah di
kemudian hari.
Upacara berinai bagi pasangan calon pengantin dilakukan
dalam waktu yang bersama-sama. Hanya saja, secara teknis tempat kegiatan ini
dilakukan secara terpisah, bagi pengantin perempuan dilakukan di rumahnya
sendiri dan bagi pengantin laki-laki dilakukan di rumahnya sendiri atau tempat
yang disinggahinya.
3.
Upacara Berandam
Upacara berandam dilakukan pada sore hari ba‘da Ashar
yang dipimpin oleh Mak Andam didampingi oleh orang tua atau keluarga terdekat
dari pengantin perempuan. Awalnya dilakukan di kediaman calon pengantin
perempuan terlebih dahulu yang diringi dengan musik rebana. Setelah itu baru
kemudian dilakukan kegiatan berandam di tempat calon pengantin
laki-laki. Sebelum berandam kedua calon pengantin harus mandi berlimau dan
berganggang terlebih dahulu.
Makna dari upacara berandam adalah membersihkan fisik
(lahiriah) pengantin dengan harapan agar batinnya juga bersih. Makna
simbolisnya adalah sebagai lambang kebersihan diri untuk menghadapi dan
menempuh hidup baru.
Berandam yang paling utama adalah mencukur rambut karena
bagian tubuh ini merupakan letak kecantikan mahkota perempuan. Di samping itu,
berandam juga mencakup kegiatan: mencukur dan membersihkan rambut-rambut tipis
sekitar wajah, leher, dan tengkuk,memperindah kening, menaikkan seri muka dengan menggunakan sirih pinang dan jampi
serapah.
Setelah berandam kemudian dilakukan kegiatan “mandi
tolak bala”, yaitu memandikan pengantin dengan menggunakan air bunga dengan
5, 7, atau 9 jenis bunga agar terlihat segar dan berseri. Kegiatan ini harus
dilakukan sebelum waktu shalat ashar. Mandi tolak bala kadang disebut juga
dengan istilah “mandi bunga”. Tujuan mandi ini adalah menyempurnakan kesucian,
menaikkan seri wajah, dan menjauhkan dari segala bencana.
4.
Upacara
Khatam Qur‘an
Pelaksanaan upacara khatam Qur‘an biasanya dilakukan setelah
upacara berandam dan mandi tolak bala atau satu hari sebelum upacara
perkawinan yaitu pada malam hari, yaitu bakda isya yang merupakan sebagai
bentuk penyempurnaan diri, baik secara lahir maupun batin. Upacara khatam
Qur‘an sebenarnya bermaksud menunjukkan bahwa pengantin perempuan sudah
diajarkan oleh kedua orang tuanya tentang bagaimana mempelajari agama Islam
dengan baik. Dengan demikian, sebagai pengantin perempuan dirinya telah
dianggap siap untuk memerankan posisi barunya sebagai istri sekaligus ibu dari
anak-anaknya kelak. Di samping itu tujuan lainnya adalah untuk menunjukkan
bahwa keluarga calon pengantin perempuan merupakan keluarga yang kuat dalam
menganut ajaran Islam.
Upacara ini dipimpin oleh guru mengajinya atau orang tua
yang ditunjuk oleh keluarga dari pihak pengantin. Upacara ini khusus dilakukan
oleh calon pengantin perempuan yang biasanya perlu didampingi oleh kedua orang
tua, atau teman sebaya, atau guru yang mengajarinya mengaji. Mereka duduk di
atas tilam di depan pelaminan. Mereka membaca surat Dhuha sampai dengan surat
al-Fatihah dan beberapa ayat al-Qur‘an lainnya yang diakhiri dengan doa khatam al-Qur‘an.
5.
Upacara
Perkawinan
Upacara perkawinan dilakukan secara berurutan. Artinya,
upacara ini tidak hanya mencakup upacara akad saja tetapi juga mencakup
kegiatan-kegiatan lain yang terkait dengan proses akad nikah, baik sebelum
maupun sesudahnya. Kegiatan dalam upacara ini biasanya diawali dengan
kedatangan calon pengantin laki-laki yang dipimpin oleh seorang wakilnya ke
rumah calon pengantin perempuan. Calon pengantin laki-laki biasanya diapit oleh
dua orang pendamping yang disebut dengan gading-gading atau pemuda yang belum menikah.
Rombongan pihak pengantin laki-laki datang menuju kediaman pihak calon
pengantin perempuan dengan membawa sejumlah perlengkapan atau yang disebut
dengan antar belanja.
a.
Upacara
Antar Belanja atau Seserahan
Antar belanja atau yang biasanya dikenal dengan seserahan dapat dilakukan beberapa hari
sebelum upacara akad atau sekaligus menjadi satu rangkaian dalam upacara akad
nikah. Jika antar belanja diserahkan pada saat berlangsungnya acara perkawinan,
maka antar belanja diserahkan sebelum upacara akad nikah.
Makna dalam upacara antar belanja ini adalah rasa
kekeluargaan yang terbangun antara keluarga pengantin laki-laki dan pengantin
perempuan. Oleh karena makna dan tujuannnya adalah membangun rasa kekeluargaan,
maka tidak dibenarkan jumlah seserahan yang diantarkan menimbulkan
masalah yang menyakiti perasaan di antara mereka.
b.
Upacara Akad Nikah
Ketika rombongan calon pengantin laki-laki Upacara akad
nikah merupakan inti dari seluruh rangkaian upacara perkawinan. Sebagaimana
lazimnya dalam adat perkawinan menurut ajaran Islam, upacara akad nikah harus
mengandung pengertian ijab dan qabul.
Pemimpin upacara ini biasanya adalah penghulu atau orang yang
ditinjuk untuk itu. Setelah penyataan ijab dan qabul telah
dianggap sah oleh para saksi, kemudian dibacakan doa walimatul urusy yang dipimpin olehpenghulu. Setelah
itu, baru kemudian pengantin laki-laki mengucapkan taklik(janji nikah) yang dilanjutkan
dengan penandatanganan Surat Janji Nikah ( pembacaan taklik tidak
diwajibkan, boleh juga ditiadakan ).
Penyerahan mahar oleh pengantin laki-laki baru dilakukan sesudahnya.
c.
Upacara
Menyembah
Setelah upacara akad nikah selesai dilakukan seluruhnya,
kedua pengantin kemudian melakukan upacara menyembah kepada ibu, bapak, dan
seluruh sanak keluarga terdekat. Makna dari upacara ini tidak terlepas dari
harapan agar berkah yang didapat pengantin nantinya berlipat ganda.
d.
Upacara
Jamuan Santap Bersama
Setelah upacara perkawinan selesai ditutup, maka acara
selanjutnya adalah upacara jamuan santap bersama sebagai akhir dari prosesi
upacara akad nikah secara keseluruhan. Upacara ini boleh dikata adalah sama di
berbagai adat perkawinan manapun. Tuan rumah memberikan jamuan makan bersama
terhadap seluruh pengunjung yang hadir pada acara perkawinan tersebut dalam bahasa sambasnya “makan be saprah”.
e.
Upacara Langsung
Setelah upacara perkawinan dan akad nikah selesai,
prosesi selanjutnya adalah melakukan upacara hari langsung. Yang dimaksud
dengan upacara ini adalah kegiatan yang berkaitan dengan bagaimana mengarak
pengantin laki-laki, upacara menyambut arak-arakan pengantin laki-laki, upacara
bersanding.
1.
Upacara
Mengarak Pengantin Lelaki
Upacara ini bentuknya adalah mengarak pengantin laki-laki
ke rumah orang tua pengantin perempuan. Tujuan dari upacara ini sebagai media
pemberitahuan kepada seluruh masyarakat sekitar tempat dilangsungkannya
perkawinan bahwa salah seorang dari warganya telah sah menjadi pasangan
suami-istri. Di samping itu, tujuanya adalah memberitahukan kepada semua
lapisan masyarakat agar turut meramaikan acara perkawinan tersebut, termasuk
ikut memberikan doa kepada kedua pengantin.
2.
Upacara
Menyambut Arak-arakan Pengantin Lelaki
Sesampainya rombongan arak-arakan pengantin laki-laki di
kediaman keluarga pengantin perempuan, kemudian dilanjutkan dengan upacara
penyambutan. Dalam budaya Melayu sambas, upacara
penyambutan tersebut mempunyai makna yang sangat dalam. Oleh karenanya,
pengantin laki-laki perlu disambut dengan penuh kegembiraan sebagai bentuk
ketulushatian dalam menerima kedatangan mereka.
3.
Upacara Bersanding
Acara bersanding merupakan puncak dari seluruh upacara
perkawinan. Setelah pasangan pengantin berijab-kabul, pengantin laki-laki akan
balik ke tempat persinggahannya untuk beristirahat sejenak. Demikian halnya
pengantin perempuan perlu kembali ke balik bilik untuk istirahat juga. Setelah
keduanya beristirahat kemudian dilangsungkan upacara bersanding.
Acara bersanding adalah menyandingkan penganting
laki-laki dengan pengantin perempuan yang disaksikan oleh seluruh keluarga,
sahabat, dan jemputan. Inti dari kegiatan ini adalah mengumumkan kepada
khalayak umum bahwa pasangan pengantin sudah sah sebagai pasangan suami-istri.
Keesokan harinya dan biasanya
sampai satu minggu masih ada acara pulang memulangkan ( yaitu acara diaman
orang tua laki-laki menyerahkan anaknya kepada orang tua mempelai perempua,
keluarga, kerabat dilingkungannya untuk diterima dengan baik ), mandi belulus
dan balik tikar, menjalankan penganten, bermalam dirumah mertua laki-laki dan
bersilaturahmi dirumah sanak keluarga.
B. Kekerabatan Pada Masyarakat
Melayu Sambas
Dalam masyarkat melayu Sambas
pengantin laki-laki pindah rumah ( boyongan ) ke rumah pengantin perempuan.
Masuk menjadi anggota keluarga perempuan, demikian juga sebaliknya. Kedudukan
laki-laki dan perempuan dalam perkawinan adalah sama mereka menganut garis
orang tua ( Ayah dan Ibu ) atau biasa disebut dengan sisitem
kekekrabatan parental ( Bilateral ).
Masyarakat melayu Sambas menganut system perkawinan bebas, bagi
mereka yang belum mampu hidup mansiri akan bertempat tinggal dirumah mertua (
biasanya orang tua dari anak perempuan ) dan apabila mereka sudah mampu hidup
mandiri dengan mempunyai tempat tingal sendiri mereka
akan keluar dari rumah mertua dan membina kehidupan sendiri. namun hubungangan
persaudaraan tetap dekat dan erat baik dari pihak laki- laki maupun perempuan,
silaturahmi tetap berjalan.
Dalam perkawinan melayu Sambas banyak dijumpai/ terjadi perkawinan
dengan sesama keluarga sendiri, perkawinan dengan orang yang sekampung atau
sesame orang melayu Sambas. Jadi dalam ssatu perkampungan antara tetangga yang
satu dengan tetangga yang lain mempunyai hubungan keluarga yang saling
berkaitan. Hal ini menjadi harta keluarga itu tidak keluar dari dari keluarga
besar.
Tanggungjawab keluarga berada ditangan anak pertama ( baik anak
pertama itu laki ataupun perempuan ) hal ini terjadi jika orang tua sudah
meninggal. Anak pertama berkewajiban menyempurnakan kehidupan adik-adiknya
seperti mengeluarkan biaya pendidikan ataupun melangsungkan perkawinan
adik-adiknya, hingga adik-adik dianggap mampu untuk hidup mandiri.
Umumnya pada masyrakat melayu sambas jarang ditemui larangan
perkawinan dari orang tua, walau tidak begitu suka dengan pilihan anaknya orang
tua tetap merestui demi kebahagiaan anaknya, kecuali dalam hal perbedaan akidah
orang tua sangat keras dan tidak bisa mentolerir. Konsekuensinya anak tersebut
tidak diakui sebagai anak oleh orang tua dan sanak keluarganya dan walaupun
tidak ada larangan untuk bertiempat tinggal di Sambas, biasanya anak itu akan
keluar dari daerah sambas karena dikucilkan oleh orang tua, keluagra dan
masyarakat dilingkungan tempat tinggalnya.
Jadi perkawinan di Sambas dapat terhalang dikarenakan perbedaan
agama yang dianut oleh laki-laki dan perempuan yang akan kawin. Berbeda apabila
salah satu pihak laki-laki atau pihak perempuan beda agama dan mngikut agama
yang dianut orang ( masyarakat) Melayu Sambas maka orang tersebut diterima
dengan baik oleh orang tua, keluarga dan mayrakat dan menjadi anggota keluarga
dari orang yang dikawininya.
Pada masyrakat Melayu Sambas tidak ada larangan perkawinan dari
ketentuan adat istiadat. Ketentuan-ketentuan larangan perkawinan sesuai hukum
islam, seperti orang yang tidak boleh mengikat tali perkawinan yang disebut
“muhrim”, disebabkan pertalian darah’ pertalian perkawian, pertalian
sepersusuan. Larangan tersebut tercantum dalam Al-Quaran surah An-Nisa ayat
22-23, yaitu :
a. Larangan pertalian darah :
b. karena pertalian perkawinan
c. karena pertalian sepersusuan
Selain larangan perkawian karena muhrim, hukum islan
menentukan pula larang perkawinan dalam masa “iddah”, yaitu masa tunggu bagi
perempuan yang bercerai dari suaminya untuk dapat melakuka perkawinan lagi,
agar supaya dapat diketahui apakah perempuan itu mengandung/hamil atau tidak.
Jika perempuan itu mengandung, maka untuk kawin lagi dia harus menunggu sampai
anaknya lahir, apabila tidak mengandung harus menungu sampai 4 bulan 10 hari,
jika cerai karena suami meninggal atau selama tiga kali suci dari haid
dikarenakan cerai hidup.
Adat istiadat perkawinan dan kekerabatan yang terdapat dalam
masyarakat melayu sambas masih berlaku sampai saat ini.mereka mempunyai
hubungan kekeluargaan sangat dekat dan kuat. Dalam mengambil suatu keputusan
diambil dari musyawarah keluarga besar dan rembukan saudara-saudara. Keadaan
ini masih berlaku dan ditaati oleh masyarakatnya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pada dasarnya dalam adat
istiadat melayu sambas, khususnya dalam hal perkawiannya, masyarakat adat
melayu sambas selain menurut tutunan yang ada dalam agama islam, juga masih
menggunakan tradisi atau adat yang secara turun temurun dari nenek moyang
mereka yang masih dipegang teguh oleh masyarakat. Secara umum tahap-tahap dalam
system perkawinan melayu sambas, yaitu mulai dari melamar atau meminang,
mengantar pinang, persiapan menuju hari perkawinan,upacara
perkawinan dan pasca upacara perkawinan.
Umumnya pada masyrakat melayu sambas jarang ditemui larangan
perkawinan dari orang tua, walau tidak begitu suka dengan pilihan anaknya orang
tua tetap merestui demi kebahagiaan anaknya, kecuali dalam hal perbedaan akidah
orang tua sangat keras dan tidak bisa mentolerir.
Pada masyrakat Melayu Sambas
tidak ada larangan perkawinan dari ketentuan adat istiadat. Ketentuan-ketentuan
larangan perkawinan sesuai hukum islam, seperti orang yang tidak boleh mengikat
tali perkawinan yang disebut “muhrim”, disebabkan pertalian darah’ pertalian
perkawian, pertalian sepersusuan.
Masyarakat melayu sambas tidak
mengenal perbedaan dari harta peninggalan orang tua, baik itu harta pusaka
tinggi seperti diminangkabau atau harta pusaka rendah. Semua harta peninggalan
baik itu diperoleh orang tua dari harta pusaka atua harta pusaka diperoleh
selama berumah tangga ( harta gono gini ), tetap sama dan dibagi kepada
anak-anaknya secara individu. Anak-anak mendapatkan harta dari dua pihak (
bilateral ) yaitu dari harta ayah dan dan harta ibu, aitu harta yang diperoleh
sebelum perkawinan, atau hibah dari orang tua sehingga tidak termasuk kedalam
harta bersama.
DAFTAR PUSTAKA
Effendy, Tenas. 2004. Pemakaian Ungkapan dalam Upacara
Perkawinan Orang Melayu. Yogyakarta: Balai
Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu.
Hamid, Harzi dan Hamid A.R.,
1999, Kamus dan Ensiklopedia, “Melayu Sambas”,Edisi Pertama Dinas Pariwisata Dati Satu I Kalimantan Barat.
Soekanto, 1996, Meninjau Hukum Adat Indonesia, Suatu Pengantar Untuk Mempelajari
Hukum Adat, Edisi Ketiga, Disusun Kembali
Oleh Soerjono Soekanto, PT Raja Grafindo, Persada, Jakarta.
1999, Al Quran dan Terjemahan, Departemen Agama Republik Indonesia, Jakarta.
ii
Komentar
Posting Komentar